Ada masanya dalam hidup yang tak pernah benar-benar hilang, masa yang tinggal sebagai bayangan lembut, lekat menempel dalam ingatan seperti aroma rintik hujan pertama. Di sanalah mainan-mainan kecil itu hidup kembali, bola beklen yang dulu menjadi idaman, lompat tali yang mengayun di udara, dan gobak sodor yang menyuarakan teriakan lantang itu sungguh menyenangkan. Walau kini tak lagi banyak lestari, tapi bagi penggemarnya mainan-mainan itu tetap hidup dalam benaknya menjelma serpihan rindu.
Mainan masa kecil itu bukan hanya sekedar benda, ia adalah pintu kecil yang menuntun kita pulang pada versi diri yang polos, lugu, riang, dan percaya bahwa sesuatu yang menyenangkan itu datang dari hal-hal sederhana. Saat mengingatnya, seolah waktu ikut mengecil, menyusut menjadi sebentuk kehangatan yang akrab; serupa dekapan ibu yang hangat.
Saat Dunia Masih Sesederhana Tawa
Dulu, kebahagiaan tidak perlu dicari terlalu jauh. Ia lahir dari hal-hal remeh yang kini terasa amat berharga. Menunggu giliran bermain lompat tali di halaman, berebut karet gelang untuk membuat permainan baru, atau sekadar memunguti batu kecil dan dedaunan kering untuk dijadikan ‘harta karun’. Ada ketulusan dalam cara bahagia kala itu; bahagia tanpa perhitungan, tanpa tuntutan, dan tanpa harus terlihat sempurna.
Bola Beklen: Ritme Kecil yang Mengajari Arti Fokus
Pada masa itu, bola beklen adalah denting kecil yang membawa kebahagiaan di tengah lelahnya belajar. Bermain di lantai serambi rumah, lalu melempar bola mungil setinggi harapan untuk menang agar dapat terus bermain. Bola memantul pelan, berputar di udara sebelum jatuh lagi ke telapak tangan. Ada kepuasan yang aneh tapi manis ketika berhasil mengambil satu, dua, atau tiga sekaligus dalam sekali lempar. Seolah dunia sedang mengajarkan pelan tentang arti fokus, kesabaran, dan kemenangan kecil yang tak perlu disorakkan. Hanya senyum malu dan rasa bangga yang menghangatkan dada.
Lompat tali waktu kecil selalu terdengar seperti musik yang tak pernah kita sadari nadanya. Tali berputar dan kita melompat dengan kaki ringan, seakan tubuh kita dibuat dari angin. Kadang terjatuh, kadang tersangkut, tapi tawa lebih dulu keluar sebelum sakitnya terasa. Ada kebebasan yang hanya bisa ditemukan pada langkah-langkah kecil yang terbang di atas tanah itu. Kita berlomba melawan diri sendiri, menantang batas yang bahkan belum kita pahami. Setiap kali tali berhasil kita lewati, hati ikut melompat; membuktikan bahwa kebahagiaan tak selalu membutuhkan alasan besar.
Gobak Sodor: Kebersamaan yang Tak Pernah Kita Sadari Besarnya
Gobak sodor adalah permainan yang membuat halaman rumah terasa seperti arena perlombaan dunia. Ranting kayu yang menggaris tanah menjadi batas, tubuh kecil kita menjadi penjaga, dan tawa teman-teman menjadi nyali yang menggebu. Saat berlari menembus batas itu, kita merasa seperti pahlawan kecil yang sedang menaklukkan sesuatu yang tak terlihat. Di antara teriakan dan langkah yang hampir tertangkap, kita belajar tentang keberanian, kerja sama, dan percaya pada teman yang menjaga garis di belakang kita. Kini, ketika mengenangnya, kita baru tahu: mungkin gobak sodor adalah cara masa kecil memberi kita pelajaran tentang persahabatan yang kelak akan kita rindukan lebih dalam dari yang pernah kita kira.
Leave a Comment